Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Koneksi Antar Materi-Budaya Positif

 

Koneksi Antar Materi-Budaya Positif

Kesimpulan tentang Peran CGP Menciptakan Budaya Positif di Sekolah dengan Menerapkan Konsep Inti Budaya Positif dan Kaitannya dengan Folosofi Pendidikan Nasional KHD, Nilai dan Peran Guru Penggerak, dan Visi Guru Penggerak

Salah satu pokok pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan adalah alam dan kodrat zaman. Pendidikan harus mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman karena kedua hal ini tidak dapat dipisahkan dalam diri anak. Seorang anak telah memiliki kodrat alam ⟮potensi, bakat, kemampuan⟯ yang unik, berbeda-beda satu sama lain sehingga guru diharapkan mampu memfasilitasi mereka agar bisa tumbuh maksimal sesuai jenjang usia mereka. Pembelajaran akan menjadi menyenangkan jika dilakukan sesuai kodrat anak, yaitu bermain. Sementara kodrat zaman, bagaimana seorang guru mampu membimbing anak agar siap hidup mandiri dalam zaman yang terus berubah. Dalam hal ini, guru hendaknya mempersiapkan anak agar siap hidup madiri, berwawasan global, dan adaptif, tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Bersama pokok pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang lain, yaitu pendidikan yang menuntun, budi pekerti, bukan tabula rasa, menghamba pada anak, dan guru sebagai petani, terelaborasi dalam konsep Merdeka Belajar. Merdeka Belajar ini adalah intisari pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Merdeka Belajar berarti belajar tanpa tekanan, belajar atas inisiatif dari dalam diri, dengan kebebasan berinovasi, mandiri, dan kreatif. Tujuan Merdeka Belajar adalah menjadikan siswa yang memiliki Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar sepanjang hayat yang memiliki karakter dan kompetensi yang diharapkan dan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila terdiri atas: Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong royong, Kreatif, Bernalar kritis, dan Mandiri. 

Untuk mewujudkan Merdeka Belajar sesuai pemikiran Ki Hadjar Dewantara, guru penggerak memiliki nilai-nilai yang dipercaya, yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut diyakini dapat menggerakkan Guru Pengerak dalam menjalankan perannya, yaitu Menjadi Pemimpin Pembelajaran, Menggerakkan Komunitas Praktisi, Menjadi Coach Bagi Guru Lain, Mendorong Kolaborasi Antar Guru, dan Mewujudkan Kepemimpinan Murid. Melalui Nilai dan Peran Guru Penggerak, Merdeka Belajar dapat diwujudkan di kelas dan sekolah.

Guru Penggerak merupakan penggagas perubahan di kelas dan sekolahnya. Untuk melakukan perubahan, Guru Penggerak harus mengetahui aset-aset yang dapat mendukung perubahan sekaligus kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh aset, yang dirumuskan dalam visi guru penggerak. Prakarsa perubaha oleh Guru Penggerak dilaksanakan dengan pendekatan berbasis kekuatan yang disebut Inkuiri Apresiatif ⟮IA⟯. IA menggunakan prinsip psikologi positif dan pendidikan positif. IA beranjak dari pertanyaan utama yang ditentukan secara kolaboratif dan dijalankan bersama dalam suasana positif dan apresiatif. Ada lima tahapan IA yang dalam bahasa Indonesia dibuat menjadi akronim BAGJA, yaitu Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, dan Atur Eksekusi. 

Dalam konsepsi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, sekolah diidentikkan sebagai sebuah taman. Taman berarti tempat bermain, teduh, tenang, dan menyenangkan. Pendidikan haruslah menyenangkan, belajar adalah proses kegembiraan. Agar sekolah menjadi taman, diperlukan penerapan budaya positif di sekolah. Siswa akan belajar, berlatih, dan mengikuti proses pendidikan dengan baik ketika mereka memiliki persepsi yang positif terhadap sekolah, misalnya perasaan aman, nyaman, merasa dihargai, dan diterima oleh teman-teman dan gurunya. Suasana positif akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan, hubungan antar siswa terjalin harmonis, dan hubungan antara siswa dengan guru berlangsung dalam suasana akrab.

Mewujudkan budaya positif di sekolah mutlak dilakukan untuk mencapai visi yang direncanakan. Untuk mewujudkan budaya positif, Guru Penggerak harus memahami perubahan paradigma, yaitu perubahan dari stimulus respons menjadi teori kontrol, pandangan tentang dunia. Disiplin positif penting diterapkan dalam pendidikan, agar siswa mampu bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Guru menerapkan disiplin positif agar siswa tumbuh menjadi orang yang berdisiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

Keyakinan kelas penting ditumbuhkan agar siswa memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. 

Semua tingkah laku manusia dalam kehidupannya terjadi karena adanya kebutuhan dasar, yaitu bertahan hidup, cinta dan kasih saying, kebebasan, kesenangan, dan kebebasan. Oleh karena itu guru harus memahami mengapa siswa melakukan tindakan negatif, sebelum melakukan upaya penanganan. Dalam melakukan penangan kepada siswa yang bermasalah, posisi kontrol guru hendaknya berada pada posisi manajer, yang menangani masalah siswa dengan cara memposisikan siswa sebagai subjek yang dapat menemukan sendiri solusi atas masalahnya. Murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Di sini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan. 

Dalam mencari solusi atas permasalahan siswa, prinsip restitusi merupakan salah satu pendekatan yang menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam masalah.  Restitusi juga menguatkan karakter siswa, sehingga ke depan dapat berperilaku sesuai keyakinan kelas yang disepakati. Dalam prinsip restitusi, siswa diajak belajar dari kesalahan, melihat ke dalam diri, memperbaiki hubungan, dan mengembalikan siswa yang bermasalah pada kelompoknya.

Dengan budaya positif, siswa akan memiliki budi pekerti luhur, bertanggung jawab, sehingga terlaksana Merdeka Belajar yang bermuara pada terwujudnya Profil Pelajar Pancasila. Dalam menjalankan nilai dan peran Guru Penggerak, diperlukan budaya positif agar Guru Penggerak bisa menjadi panutan bagi siswa dan guru lainnya. Budaya positif juga merupakan salah satu kunci tercapainya visi sekolah, karena budaya positif adalah salah satu indikator mutu sekolah. 

Refleksi Budaya Positif

Penumbuhan karakter siswa dapat dilakukan melalui penerapan budaya positif. Perubahan paradigma, pandangan guru terhadap siswa perlu diubah. Disiplin positif dan motivasi penting untuk diterapkan agar siswa bertindak atas dasar kesadaran diri berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan yang disepakati, serta motivasi intrinsik. Keyakinan kelas/sekolah yang disepakati bersama merupakan acuan dalam bertindak, karena mengacu pada nilai-nilai universal, dari dalam diri, dan tanpa paksaan. Siswa yang mengalami masalah sebaiknya ditinjau dari posisi guru sebagai manajer, dimana guru hendaknya melihat kebutuhan yang ingin dipenuhi siswa melalui tingkah lakunya. Penanganan masalah siswa yang mengedepankan prinsip restitusi menempatkan siswa pada posisi yang diuntungkan, karena bisa memperbaiki diri, belajar dari kelasahan, dan menemukan solusi sendiri. 

Konsep budaya positif ini sangat penting dipahami dan diterapkan di kelas dan sekolah. Melalui budaya positif, sekolah sebagai taman pendidikan seperti yang dikonsepkan oleh Ki Hadjar Dewantara dapat diwujudkan. Budaya positif juga mendukung terlaksananya peran guru penggerak dalam mewujudkan tercapainya visi guru penggerak.

Dalam penerapannya, budaya positif bisa menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal. Tantangan internal adalah mengubah paradigma pribadi tentang siswa, dan mengubah kebiasaan yang telah lama dilakukan. Tantangan eksternal adalah rekan guru yang belum memahami budaya positif sehingga dapat menghambat penerapan budaya positif di kelas dan penanganan siswa bermasalah tanpa melibatkan siswa.

Untuk menghadapi tantangan yang terjadi, bisa dimulai dari perubahan diri dalam menerapkan budaya positif mulai dari kelas yang diampu. Dengan perubahan positif yang terjadi, pasti akan membuat rekan guru lain tergerak untuk mulai berubah. Selain itu, diperlukan kolaborasi dengan guru lain dalam menangani masalah siswa, yaitu guru BK, Wali Kelas, dan Guru Mata Pelajaran.

Post a Comment for "Koneksi Antar Materi-Budaya Positif"