Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Oleh: I Made Adi Ismaya, Guru SMKN 1 Manggis
CGP Angkatan 4 Kab. Karangasem, Bali
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan adalah segala usaha dari orang tua terhadap anak-anak dengan maksud menyokong kemajuan hidupnya. Kalimat tersebut mengandung makna yang dalam, di mana ‘segala usaha’ yang dimaksud berarti pendidikan tidak hanya dilakukan melalui satu cara saja, melainkan berbagai cara. Pendidikan dapat dilakukan di keluarga, lingkungan, masyarakat, kebudayaan, maupun sekolah formal. Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara juga merupakan tuntunan, karena dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak. Tuntunan yang dimaksud adalah keteladanan, nasihat, dan contoh-contoh baik yang diberikan oleh orang tua. Orang tua yang melakukan pendidikan bagi anak-anak bukan saja orang tua secara biologis ⟮ayah dan ibu⟯, tetapi juga orang yang dituakan, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, wali, dan guru. Kalimat ‘menyokong kemajuan hidupnya’ memiliki makna bahwa orang tua yang melakukan pendidikan kepada anak-anak, harus memberikan bekal hidup yang dapat membuat anak-anak beradaptasi dalam lingkungan, masyarakat, maupun dunia luas sehingga mampu menjalani hidupsebagai manusia yang mandiri.
Ada enam pokok pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yaitu:
Pertama, pendidikan sebagai tuntunan. Dalam konteks sosial budaya, 'menuntun' diwujudkan dalam keteladanan guru dalam proses pendidikan, baik keteladanan sikap, karakter, dan perilaku, karena anak belajar dari apa yang mereka lihat dan rasakan. Menuntun juga berarti mendidik dan mengajar anak sesuai potensi, minat, dan bakatnya.
Kedua, kodrat alam dan kodrat zaman. Pendidikan harus mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman karena kedua hal ini tidak dapat dipisahkan dalam diri anak. Seorang anak telah memiliki kodrat alam ⟮potensi, bakat, kemampuan⟯ yang unik, berbeda-beda satu sama lain sehingga guru diharapkan mampu memfasilitasi mereka agar bisa tumbuh maksimal sesuai jenjang usia mereka. Pembelajaran akan menjadi menyenangkan jika dilakukan sesuai kodrat anak, yaitu bermain. Sementara kodrat zaman, bagaimana seorang guru mampu membimbing anak agar siap hidup mandiri dalam zaman yang terus berubah.
Ketiga, Berhamba pada anak. Ini berarti pendidikan yang mengutamakan anak, berpusat pada anak, dan memuliakan anak. Pendidikan dilakukan untuk satu-satunya tujuan, yaitu membuat anak menjadi selamat dan bahagia.
Keempat, Prinsip Bukan Tabula Rasa. Anak lahir bukan kertas kosong yang bisa diisi oleh orang dewasa sesuai kehendaknya. Anak sudah membawa garis-garis dan coretannya masing-masing. Tugas guru adalah menebalkan garis yang baik-baik dan membiarkan garis yang tidak baik agar tidak terlihat. Guru menuntun anak agar menampakkan potensinya menjadi nyata, sekaligus meminimalisasi sifat atau tabiat buruknya.
Kelima, Budi pekerti. Pendidikan itu adalah benih-benih kebudayaan yang dapat mengantarkan murid pada budi pekerti ⟮olah cipta, olah rasa, olah karsa dan olahraga⟯ yang luhur. Dalam budaya Bali, dikenal adanya Tri Hita Karana, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, hubungan yang harmonis antar sesama manusia, dan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam.
Keenam, Petani. Guru ibarat petani, yang menyiapkan lahan, memupuk, mengairi, dan membersihkan hama agar bibit tumbuh subur, berbunga, kemudian berbuah. Petani dapat mengupayakan tumbuhnya bibit dengan sebaik-baiknya, tetapi tidak dapat mengubah kodrat bibit menjadi tanaman lain. Demikian pula guru. Guru dapat mengupayakan bertumbuhnya potensi anak dengan sebaik-baiknya, tetapi tidak dapat mengubah kodrat anak.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan juga dikenal dengan semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani”. Secara filosofis, pemikiran Ki Hadjar Dewantara berarti di depan memberi teladan, di tengah membangun kemauan, dan di belakang memberi dorongan dan pengaruh yang baik ke arah kemandirian.
Ini berarti dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak, Ki Hajar Dewantara menganjurkan agar pendidik tetap memperhatikan segala potensi anak-anak, yaitu jiwa, jasmani, etika, moral, estetika dan karakter dengan paduan budaya sesuai dengan perubahan zaman.Sebelum mempelajari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, saya memandang siswa sebagai objek pendidikan yang harus belajar sesuai intruksi guru. Siswa datang ke sekolah bagai kertas kosong yang siap diisi oleh guru sesuai kurikulum. Dalam pembelajaran, saya memandang pentingnya transfer pengetahuan dari guru kepada siswa, sehingga guru harus aktif mengajar dan siswa duduk di tempat duduknya masing-masing. Pembelajaran dilaksanakan di ruang kelas, karena pembelajaran di luar kelas hanya dapat dilakukan oleh guru olah raga. Fokus kegiatan pembelajaran adalah ketuntasan target kurikulum dalam satu semester seperti yang tertuang dalam dokumen program tahunan. Saya jarang menghubungkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan siswa. Pembelajaran saya laksanakan dengan mudah, karena saya memberikan materi, tugas, dan latihan sementara siswa mengumpulkan tepat waktu tanpa umpan balik dan refleksi mengenai apa yang telah dilakukan siswa.Setelah mempelajari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, terjadi perubahan dalam pola pikir saya terhadap siswa dan pembelajaran. Siswa seharusnya diposisikan sebagai subjek pendidikan yang memegang peranan penting terhadap jalannya pembelajaran. Guru sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa belajar sesuai potensi, minat, bakat, dan cara belajarnya. Pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan cara ‘among’, yakni menuntun potensi anak berdasarkan budaya. Pembelajaran dilaksanakan bukan dengan tuntutan kepada anak, tetapi dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk belajar sesuai kebutuhannya sehingga tercipta kemerdekaan belajar. Pembelajaran seharusnya dilaksanakan dengan berbagai cara, model, atau metode, seperti kooperatif learning, inquiri, discovery, problem based learning, maupun project based learning. Pembelajaran dilakukan dengan berbagai sumber belajar, seperti lingkungan, surat kabar, majalah, narasumber, maupun internet. Proses pembelajaran dilaksanakan untuk mengembangkan semua potensi anak, baik budi pekerti, pikiran, maupun tubuhnya agar menjadi anak yang selamat dan bahagia.Sebagai guru, saya harus memberikan keteladanan kepada siswa, dalam hal kemandirian, disiplin, gotong royong, dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Untuk mengetahui karakteristik siswa, saya akan melakukan asesmen diagnosis mengenai potensi, minat, bakat, dan cara belajar siswa. Dalam pembelajaran, saya akan lebih banyak memposisikan diri sebagai fasilitator yang mengarahkan anak mengembangkan potensi dirinya, dengan memberikan berbagai sumber belajar dan cara belajar yang beragam. Siswa juga akan lebih sering diajak berkomunikasi tentang keinginannya dalam pembelajaran, hambatan yang ditemui, dan mendiskusikan cara mengatasi hambatan tersebut.
Salam dan Bahagia.
Post a Comment for "Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara"